Penyidik Terbukti Melanggar Kode Etik Polisi, ASN Ini Minta MA Tinjau Ulang Perkaranya

oleh -229 Dilihat
oleh

Berandapublik.com – Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Provinsi Bengkulu, inisial HA, meminta Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia meninjau kembali kasus hukum yang menyeretnya dalam pengusutan mafia tanah yang menurutnya hanya dikorbankan oknum penyidik dalam kasus tersebut.

HA yang terseret dalam pengusutan kasus mafia tanah, meminta MA RI meninjau kembali kasusu yang menyeret dirinya. Ia memberi bukti, ada oknum penyidik di Polres Lebong resmi dinyatakan bersalah dan melanggar kode etik Polri dalam pengusutan kasus mafia tanah di Kabupaten Lebong.

Pria yang tinggal di Desa Sungai Gerong Kecamatan Amen Kabupaten Lebong ini Laporan Polisi Nomor :LP/B-124/VII/2021/SPKT/Satreskrim/Polres Lebong/Polda Bengkulu tanggal 3 juli 2021 atas nama Pelapor M Syahroni yang diketahui narapidana korupsi harus ditinjau kembali.

“Mahkamah agung agar mempertimbangkan atau meninjau kembali keputusan itu, dikarenakan penyidik, penyidik pembantu serta kasat reskrim masalah LP 124 itu salah dan lalai dalam menetapkan tersangka serta menggunakan kekuasaan dan sudah diputuskan dalam sidang KKEP, yaitu demosi 1 tahun, dengan demikian agar kiranya dipertimbangkan kembali keputusan tersebut,” kata HA kepada wartawan, Minggu (30/7) kemarin.

Ia mengaku dikriminalisasi oleh oknum yang berkepentingan dengan PT Ketahun Hidro Energi (KHE). Mengingat perkara itu terkait kasus pembebasan lahan di Desa Talang Ratu Kecamatan Rimbo Pengadang. Terlebih dirinya hanya pembeli, dan disertakan dengan bukti kuitansi yang dimilikinya.

“Karena itu saya yang semula sebagai pemilik tanah berbalik menjadi pelaku kejahatan (tunggal),” Jelas HA.

HA juga menyebutkan, proses penyelidikan dan penyidikan Laporan Polisi Nomor :LP/B-124/VII/2021/SPKT/Satreskrim/Polres Lebong/Polda Bengkulu Tanggal 3 Julli 2021 atas nama Pelapor M Syahroni, telau dibawa ke Bidang Etik dan Profesi Kepolisian RI.

“Dan laporan saya ditindaklanjuti oleh Pihak Kepolisian Republik Indonesia. Komisi Kode Etik Polri  Bengkulu telah memeriksa dan mengadili oknum yang saya laporkan dan menjatuhkan Putusan yang pada pokoknya menyatakan Oknum Penyidik terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan pelanggaran kode etik Profesi Polri,” terang HA.

Sebelumnya kasus dugaan sindikat mafia tanah yang menyasar lahan sejumlah warga  ini bergulir di Polda Bengkulu dan Polres Lebong. Dua laporan itu berkutat pada persoalan adanya upaya ‘penjarahan’ berupa balik nama kepemilikan tanah yang tanpa diketahui oleh korban HA. Masing-masing lahan tersebut berada di sejumlah titik di Desa Talang Ratu Kecamatan Rimbo Pengadang.

Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bengkulu pada tahun 2021 lalu telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, namun tak ditahan dan disidang. Padahal menurut HA, penyidik telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.

Tak hanya itu, pada tahun 2022 ini giliran Polres Lebong menetapkan HA sebagai tersangka. Menariknya, dalam dua perkara ini, tiga tersangka yang ditetapkan di Polda Bengkulu tidak ditahan dan diproses. Sementara, untuk tersangka HA diproses bahkan disidang di PN Tubei.

HA juga diperiksa Paminal dan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Bengkulu. Pemeriksaan ini karena diduga terdapat kejanggalan dalam penetapan sebagai tersangka tunggal dalam perkara dugaan sindikat mafia tanah pembebasan lahan di PT KHE.(mag)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *