Pemilih Harus Tahu, Hasil Survei Bukanlah Hasil Akhir Dalam Elektoral

oleh -126 Dilihat
oleh

Berandapublik.com – Menjelang pemilihan kepala daerah serentak pada November 2024, hasil survei kerap menjadi acuan bagi banyak pihak untuk memprediksi pemenang.

Menanggapi prediksi itu, pengamat komunikasi politik Jambi, Dedi Saputra mengatakan, hasil survei tidak selalu mencerminkan hasil akhir dalam sebuah kontestasi elektoral, hanya mencerminkan kondisi pada saat survei dilaksanakan, dan berbagai faktor bisa memengaruhi perubahan pilihan pemilih hingga hari pencoblosan.

Dedi menjelaskan, bahwa hasil survei dapat dijelaskan melalui dua teori utama, yakni teori Bandwagon Effect dan teori Underdog.

“Teori bandwagon effect menunjukkan bahwa pemilih cenderung mendukung kandidat yang terlihat dominan dalam survei. Mereka yang belum menentukan pilihan bisa saja terdorong untuk ikut memilih kandidat yang unggul dalam survei, dengan asumsi bahwa kandidat tersebut memiliki peluang besar untuk menang,” jelas Dedi.

Sedangkan, teori underdog Dedi menjelaskan fenomena yang bertolak belakang dari bandwagon effect.

“Pemilih bisa saja merasa simpati terhadap kandidat yang berada di posisi lebih rendah dalam survei, sehingga mereka memilih untuk memberikan dukungan kepada kandidat tersebut. Fenomena ini sering kali terjadi pada pemilih yang mencari alternatif atau merasa bahwa kandidat unggulan terlalu dominan,” terangnya.

Menurut Dedi, hasil survei memang memberikan gambaran mengenai preferensi pemilih pada suatu waktu tertentu, namun dinamika politik yang cepat berubah membuat hasil survei tidak bisa dijadikan patokan pasti.

“Yang perlu diingat adalah hasil survei bukanlah hasil akhir. Kampanye, isu-isu yang muncul menjelang pemilihan, dan berbagai faktor lainnya bisa mengubah peta dukungan secara signifikan. Oleh karena itu, semua pihak, baik kandidat maupun pemilih, harus tetap waspada dan tidak terlalu bergantung pada hasil survei semata.” katanya.

Dengan demikian, pengamat menekankan pentingnya memahami hasil survei dalam konteks yang lebih luas dan dinamis, serta tidak menjadikannya sebagai satu-satunya acuan dalam menilai potensi kemenangan dalam sebuah pemilihan.(arf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *