Oleh Asri Ariska. Pimpinan Umum Berandapublik.com
Banyak ditemukan, beberapa Pemerintah Desa terkesan menutupi RAB agar tidak diketahui masyarakat desa, bahkan dari BPD itu sendiri. Untuk diketahui, Rancangan RKP Desa itu disusun oleh Tim Penyusun RKP dalam Pasal 42 Permendesa PDTT 21/2020 dan dalam Pasal 43 ayat (1) huruf b Permendesa PDTT 21/2020 menerangkan bahwa Rancangan RKP Desa paling sedikit memuat rencana kegiatan dan rencana anggaran biaya (RAB).
Timbul pendapat yang menafsirkan dan beropini bahwa BPD tidak berhak menyusun RAB kegiatan dan BPD tidak berhak untuk mendapat RAB kegiatan. Hal ini didasari rasa kekhawatiran akan disalahgunakan oleh masyarakat dan kubu lawan yang tidak senang kepada Kepala Desa untuk mengganggu jalannya Pemerintahan Desa dan akan menjatuhkan Kepala Desa, oleh karenanya pendapat ini hanya merupakan opini individu saja.
Alasannya, dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa Badan Permusyawaratan Desa memiliki fungsi membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa, dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 61 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa Badan Permusyawaratan Desa berhak mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa, menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
UU KIP pada pasal 1 angka 1 menyebut informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.
Pasal 1 angka 3 PERKI 1/2018 menyatakan bahwa badan publik desa adalah Pemerintah Desa, BPD, BUM Desa dan BKAD. Sebagainama ketentuan Pasal 17 UU KIP, bahwa setiap badan publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik.
Demikian halnya informasi penyelenggaraan pemerintahan Desa, termasuk pengelolaan keuangan desa mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporannya adalah informasi publik yang sifatnya terbuka (transparan-red) bagi masyarakat Desa.
Apabila Kepala Desa atau perangkat Desa keberatan untuk memberikan informasi berupa bukti-bukti dokumen terkait pengelolaan keuangan Desa maka hal itu tidak dapat dilakukan secara serta merta, melainkan harus melalui suatu pengujian terlebih dahulu oleh Komisi Informasi.
PERKI 1/2018 pasal 19 menyatakan, bahwa setiap pengelola informasi publik dan dokumentasi di setiap badan publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dengan seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan informasi publik tertentu dikecualikan untuk diakses setiap orang.
Pasal 6 PERKI 1/2018 disebutkan bahwa pengecualian informasi publik Desa didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan serta setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup informasi publik Desa dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya. Pengecualian Informasi Publik Desa dibahas dalam musyawarah Desa.
Kepala Desa dan Perangkat Desa (Pemerintah Desa) bukan badan yang berwenang untuk memutuskan dan/atau menetapkan pengecualian terhadap suatu Informasi Publik Desa, Apabila Pemdes secara sepihak menutup Informasi Publik Desa, maka hal itu merupakan perbuatan yang melampaui kewenangan (abuse of power) dan dapat dikenakan sanksi administratip karena tidak melaksanakan kewajiban untuk membuka Informasi Publik Desa.
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023 Pasal 12 ayat (3) PermendesaPDTT 8/2022, BPD dapat memberikan sanksi berupa teguran lisan dan/atau tertulis kepada Kepala Desa dalam hal Pemerintah Desa tidak mempublikasikan informasi publik berupa perioritas penggunaan Dana Desa.
Pasal 8 ayat (3) Permendagri 66/2017 Perubahan Permendagri 82/2015 tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Kepala Desa terkait mekanisme pemberhentian Kepala Desa, apabila Kepala Desa melanggar larangan atau tidak melaksanakan kewajiban, maka Badan Permusyawaratan Desa melaporkan kepada bupati/wali kota melalui camat atau sebutan lain untuk dapat dilakukan proses pemberhentian Kepala Desa.
Permendagri 110/2016 dalam Pasal 63 huruf j menyebutkan bahwa BPD berwenang menyusun dan menyampaikan usulan rencana biaya operasional BPD secara tertulis kepada Kepala Desa untuk dialokasikan dalam RAPB Desa, ini sudah jelas bahwa BPD dapat menyusun rencana kegiatan beserta RAB, dengan demikian RAB kegiatan pemerintahan Desa bukan dokumen haram bagi BPD.
Lebih Jelas lagi dalam Pasal 63 huruf k Permendagri 110/2016 menye butkan bahwa salah satu kewenangan BPD adalah mengelola biaya operasional BPD, kewenangan BPD dalam mengelola yaitu mengendalikan, menyelenggarakan, mengurus dan menjalankan sendiri biaya operasional BPD ini dipertanggungjawabkan melalui laporan keuangan BPD setiap tahun anggaran, format laporan keuangan BPD terlampir dalam lampiran Permendagri 110/2016. Tak ada ketentuan resmi yang mengharamkan BPD menyusun atau melihat dokumen transaksi keuangan pemerintahan Desa.
Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah Desa dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Permendagri 111/2014 Jelaslah bahwa usulan BPD lebih prioritas dalam penyusunan Peraturan Desa.
Tugas BPD melakukan monitoring dan pemantauan yaitu mengumpulkan fakta dan data yang menjadi tolok ukur kegiatan, termasuk dokumen perencanaan/norma dan realisasinya sehingga pengawasan dapat terlaksana secara objektip. BPD berwenang meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa, yaitu berupa bukti seperti petunjuk dan tanda, uraian, penjelasan, segala sesuatu yang sudah diketahui atau menyebabkan tahu, dan segala alasan.
Tugas BPD juga melakukan evaluasi yaitu membandingkan rencana/norma terhadap realisasi kegiatan. Dalam tugas pengawasan, BPD juga memiliki fungsi pengendalian agar kegiatan dilaksanakan sesuai dengan rencana/norma versus fakta. Dokumen rencana kegiatan dan RAB justeru adalah alat ukur bagi BPD dalam melakukan pengawasan, jadi tidak mungkin dapat dilakukan pengawasan secara objektip apabila BPD tidak mendasarkan pengawasannya kepada dokumen rencana kegiatan dan RAB.
Kewenangan atau ketegasan diberikan kepada masyarakat Desa untuk melakukan pemantauan pembangunan Desa disebutkan dalam Pasal 85 Permendagri 114/2014 mulai dari tahapan perencanaan pembangunan Desa dan tahapan pelaksanaan pembangunan Desa. Pemantauan tahapan pelaksanaan dilakukan dengan cara menilai antara lain: pengadaan barang dan/atau jasa, pengadaan bahan/material, pengadaan tenaga kerja, pengelolaan administrasi keuangan, pengiriman bahan/material, pembayaran upah, dan kualitas hasil kegiatan pembangunan Desa. Hasil pemantauan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam format hasil pemantauan pembangunan Desa. Jadi jelaslah bahwa data/informasi terkait pengelolaan keuangan Desa merupakan dokumen publik menjadi hak masyarakat Desa.
Adapun isi dari Pasal 85 Permendagri 114/2014
(1) Pemantauan pembangunan Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada tahapan perencanaan pembangunan Desa dan tahapan pelaksanaan pembangunan Desa.
(2) Pemantauan tahapan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara menilai penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa.
(3) Pemantauan tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara menilai antara lain: pengadaan barang dan/atau jasa, pengadaan bahan/material, pengadaan tenaga kerja, pengelolaan administrasi keuangan, pengiriman bahan/material, pembayaran upah, dan kualitas hasil kegiatan pembangunan Desa.
(4) Hasil pemantauan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam format hasil pemantauan pembangunan Desa.