Nasionalisme Yang Buram

oleh -237 Dilihat
oleh

Oleh Asri Ariska
Pimpinan Umum Berandapublik.com

Apa yang terjadi di SMP Negeri 10 Kabupaten Mukomuko, mendorong saya berprasangka kurang baik. Mungkinkah memang ada yang sangat berkepentingan menggerakkan anak-anak yang masih labil itu melaksanakan demonstrasi. Sulit diterima akal, para siswa meminta kepala sekolahnya lengser, padahal yang berhadapan langsung dengan murid adalah para guru.

Di Provinsi Bengkulu sepanjang pengetahuan saya ini kali yang kedua setelah demo siswa SMP di Kota Bengkulu beberapa tahun lalu. Bedanya, kalau di SMPN 10 Mukomuko Demo dilakukan di depan sekolah, sedangkan di Kota Bengkulu di depan kantor Dinas Pendidikan. Kasusnya sama, didakwa kepala sekolahnya Arogan.

Persoalan semacam ini, hanya mungkin terjadi bila ada api kompor yang terus menyala untuk melakukan situasi panas. Para siswa dapat dengan mudah diarahkan dan bahkan hak-hak nasionalismenya direnggut, sehingga demonstrasi dilakukan saat upacara bendera berlangsung, berhenti tanpa penutupan. Padahal, upacara bendera adalah upacara sakral yang dilakukan untuk menumbuh rasa nasionalisme, dengan demikian rasa nasionalisme pendemo diragukan, terlebih penyulut demonstrasi yang bersembunyi.

Apa yang akan disumbangkan untuk mengisi Negara ini. Bendera merah putih tidak dihormati, bagaimana dengan para pejuang yang mempertahankan merah putih dengan mengorbankan harta, airmata dan nyawa. Yang membuat kita bisa menghela napas panjang dan hanya dituntut untuk mengisi kemerdekaan ini.

Andai para siswa ini tercukupi informasi, mampu menjernihkan pikiran dan menganalisa, dengan sendirinya akan tahu mana pembenaran dan mana kebenaran, sehingga para penyala uap panas tidak bisa seenaknya mengatur semaunya. Sikap Ego kekuasaan akan semakin kuat. Mereka akan berperan dan bertindak sebagai penentu, menggiring para siswa, memburamkan rasa nasionalisme jika dirasa tidak sejalan dengan keinginan mereka.

Dengan bangga melanggengkan eksistensi dan kekuasaan mereka, disodorkanlah demonstrasi sebagai penentu tertinggi dalam mengendalikan situasi. Bersamaan dengan itu, pengambil kebijakan hampir semua bergerak lamban. Dengan demikian mereka dapat leluasa mendesain dan menentukan pola, cara, dan aturan main yang dinilai menguntungkan.

Sikap tegas para pengambil kebijakan sangat diperlukan bahkan harus tegas. Jika semakin lemah, maka akan ada kemungkinan demonstrasi di sekolah-sekolah lain, yang menjadi catatan kelam sejarah sekolah tingkat SMP yang makin brutal.

Demokrasi pengambil kebijakan tentu menjadi acuan, membela yang benar tidak membela yang salah. Haruskah kita menyalahkan yang dua, bila benar diantara sepuluh. Sedangkan yang  delapan salah kita bela sebagai pembenaran.

Tentu sikap netralitas dipertaruhkan dalam persoalan ini. Duduk berdampingan adalah modal utama pembahasan, tidak perlu dipolitisir sebagai pendulang simpati. Agar kebijakan dapat diambil, tidak merugikan salah satu pihak, apa lagi para siswa yang belum tahu apa-apa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *