Berandapublik.com – Kuasa Hukum Terdakwa HA salah satu dari 3 terdakwa kasus mafia tanah pembebasan lahan PT KHE di Lebong, mempertanyakan surat panggilan pelaksanaan eksekusi terhadap Putusaan Mahkamah Agung R.I Nomor : 586 K/Pid/2023 Tanggal 16 Juni 2023 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Bengkulu Pidana Nomor : 7/PID/2023/PT BGL tanggal 31 Januari 2023, Jo Putusan Pengadilan Negeri Tubei Nomor : 84/Pid.B/2022/PN Tub tanggal 22 Desember 2022 dari pihak Kejaksaan Negeri Tubei kepada Kliennya.
Hal tersebut disampaikan Anwar Sadad, SH, CLMA kepada redaksi berandapublik.com, Selasa (8/8/23) malam melalui pesan Whats Appnya.
Pasalnya menurut Anwar Sadad, Panggilan HA untuk pelaksanaan putusan tersebut dikirim kepada Camat Amen, tidak dikirim langsung kepada HA dan isinya adalah keperluan persidangan.
“ Anehnya lagi panggilan terdakwa untuk pelaksanaan putusan tersebut dikirim ke Camat Amen, kenapa tidak dikirim langsung ke Klien kita. dan satu lagi terdapat kekeliruan dalam panggilan itu. Dalam surat panggilan tersebut untuk keperluan persidangan, perkara inikan sudah selesai proses persidangannya, sidang apa lagi?,” ungkap Anwar Sadad.
Selain itu kata Anwar Sadad, yang menjadi pertanyaan pihak kejaksaan Negeri Tubei mau melaksanakan putusan yang mana. karena dalam putusan Tingkat pertama terdakwa majelis Hakim Menetapkan Terdakwa tetap ditahan sedangkan pada pengadilan Tinggi Majelis hakim yang mengadili perkara HA Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan (tahanan kota-red). Sedangkan Mahkamah Agung RI, Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi/terdakwa HA yang membingungkan pihaknya.
Anwar Sadad memaparkan, tanggal 8 Agustus 2023 Kuasa Hukum HA mendatangi Pengadilan Negeri Tubei untuk Mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor : 586 K/Pid/2023 Tanggal 16 Juni 2023 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Bengkulu Pidana Nomor : 7/PID/2023/PT BGL tanggal 31 Januari 2023, Jo Putusan Pengadilan Negeri Tubei Nomor : 84/Pid.B/2022/PN Tub tanggal 22 Desember 2022.
“akan tetapi Pihak PN Tubei belum bisa menerima pendafataran permohonan PK klien kami karena belum mendapat salinan berkas perkara resmi dari Mahkamah agung. Hal ini janggal bagi kami karena dasar PK kami adalah Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,” jelas Anwar.
Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan sebagai berikut : “Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, Terpidana atau Ahli Warisnya dapat mengajukan permintaan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung”.
“ Sedangkan Klien kami sudah menerima Pemberitahuan Putusan Kasasi pada tanggal 28 Juli 2023 yang di sampaikan langsung oleh Juru sita PN Tubei. Ini berarti perkara yang dihadapi klien kami telah memiliki kekuatan hukum tetap. JIka Pihak PN Tubei belum menerima berkas perkara secara lengkap dari Mahkamah Agung mengapa pihak PN terburu-buru menyampaikan pemberitahuan putusan kepada klien kami, seharusnya Pihak PN Tubei menunggu terlebih dahulu berkas perkara tersaebut,” jelas Anwar.
Lebih jauh Anwar menjelaskan, terkait alasan PK, pihaknya mengacu pada Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana : “Permintaan Peninjauan Kembali dilakukan atas dasar:
Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
“ setelah kami mempelajari perkara HA, maka kami menemukan lebih kurang 10 bukti baru berupa surat. salah satunya adalah Petikan Putusan Bidang Komisi Kode Etik Polri Nomor : PUT/15/IV/2023 tanggal 12 april 2023 yang pada pokoknya menyatakan oknum yang melakukan penyidikan perkara klien kami terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan pelanggaran Kode etik Profesi Polri berupa Tidak menjalankan Tugas wewenang dan tanggung jawab secara Profesional, Proporsional Prosudral,” terang Anwar.
Adanya panggilan pelaksanaan eksekusi terhadap Putusaan MA pihanya menghormati putusan tersebut dan pastinya pihak kejaksaan mengacu pada pasal 270 KUHAP Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa. Untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan tersebut, tetapi PN Tubei belum menerima salinan lengkap putusan tersebut.
“ bagaimana pihak kejaksaan mau melaksanakan Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor : 586 K/Pid/2023 Tanggal 16 Juni 2023 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Bengkulu Pidana Nomor : 7/PID/2023/PT BGL tanggal 31 Januari 2023, Jo Putusan Pengadilan Negeri Tubei Nomor : 84/Pid.B/2022/PN Tub tanggal 22 Desember 2022 sedangkan salinan Putusan lengkapnya belum diterima oleh Pihak PN Tubei dari Mahkamah Agung.” tutup Anwar. (mag)